Credit Union

Credit Union lahir di Jerman pada tahun 1849 di tengah-tengah kondisi sosial ekonomi yang suram. Saat itu terjadi paceklik, banyak penyakit menular, dan lintah darat. Akibatnya banyak orang dari kampung pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Di kota mereka menjadi kuli yang diupah sangat murah. Keadaan semakin parah ketika meletus revolusi industri, yakni tenaga manusia diganti dengan tenaga mesin. Akibatnya pengangguran semakin bertambah dan keadaan ekonomi semakin sulit. Melihat kondisi tersebut timbullah gagasan dari Walikota Flammersfield untuk menolong kaum miskin. Nama walikota itu adalah Frederich Wilhelm Reiffeisen (1818-1888), yang kemudian dikenal sebagai pendiri Credit Union (CU).
Mengamati kondisi masyarakat di atas Sang Walikota mulai berpikir bagaimana menyelamatkan masyarakat tersebut dari kondisi sulit itu, akhirnya ia membuat kebijakan yakni mengumpulkan uang dari sesama miskin kemudian pinjamkan, maka kondisi masyarakat miskin mengalami perubahan baik. Pengertian “kumpulkan uang dan dipinjamkan” pada waktu itu di Jerman disebut Credit Union.Credit Union dikembangkan dengan istilah koperasi, namun sebagai kekhususannyacredit union merupakan kumpulan “orang dan uang” yang membedakannya dengan istilah koperasi yang bergerak disektor riil pada waktu itu. Kalau ditelusuri dengan lebih cermat, memang ada perbedaan yang substantif dari sifat operasional kedua istilahcredit union dan koperasi. Credit Union khusus bidang “uang” yang berfungsi sebagai lembaga keuangan menjadi sumber modal bagi anggota untuk melakukan investasi, sedangkan koperasi memiliki fungsi menjalankan “usaha perdagangan” atau “usaha produktif” milik anggota. Pada perkembangannya suatu negara yang tetap menggunakan kata koperasi di belakangannya yaitu credit union cooperative ataufinancial cooperative. Kekhususan dalam pengelolaannya menggabungkan fungsi: bank, koperasi, dan asuransi.
Inilah jasa terbesar dari seorang Frederich Wilhelm Reiffeisen yang dapat mengubah situasi kemelaratan masyarakat hingga mengalami situasi perubahan yang menggembirakan. Spirit yang sama terus dikembangkan hingga saat ini. Di nusantara lembaga keuangan yang bernama Credit Union telah diakui pemerintah, karena perannya sebagai roh penggerak ekonomi masyarakat kecil sangat besar. Khususnya dalam Koperasi Kredit Credit Union ini orang-orang kecil yang saling membantu hingga sama-sama berdaya.
Keluar dari lingkaran altar
Credit Union pertama kali muncul di Indonesia pada 1960-an yang mulai dikembangkan dari barat. Seorang pastor Katolik asal Jerman, Pastor Karl Albrecht SJ yang bertugas di Indonesia membawa konsep tersebut. Kemudian CU mulai diperkenalkan ke Kalimantan Barat pada 1975. Pada tahun 1975 oleh Gereja Katolik, CU pertama berdiri tahun 1976, yaitu CU Lantang Tipo di Sanggau. Namun dalam perkembangannya, CU tersebut “menghilang”. Pastor Albrecht mengenal CU lebih dalam ketika menghadiri seminar Social Economic Lifes in Asia (SELA) di Bangkok pada 1963, bersama Pastor John Dijkstra SJ (Almarhum), Pastor Frans Lubbers OSC (Almarhum), dan tokoh Katolik awam Bambang Ismawan. Kala itu, SELA sedang gencar-gencarnya mempromosikan gagasan Credit Union di kawasan Asia. Selanjutnya, Pastor Albrecht yang menjabat Ketua Delegatus Sosial (DELSOS) Keuskupan Agung Jakarta mendalami konsep CU itu dan mempelajari apakah dapat diterapkan di Indonesia. Beberapa kali menyelenggarakan study circle di Jakarta yang bermuara pada berdirinya Credit Union Counselling Office (CUCO) pada 8 Desember 1969, dan Pastor Albrecht terpilih sebagai ketuanya. CUCO mengambil peran tunggal, yaitu mempromosikan CU di Indonesia. Sejak berdirinya, CUCO ekstra aktif mempromosikan CU ke seluruh Nusantara melalui hirarki Gereja dan lembaga-lembaga Katolik. Dalam waktu lima tahun, CUCO berhasil menjangkau 13 keuskupan. Jakarta, Bogor, Bandung, dan seterusnya hingga Pontianak pada 1975, yang membuahkan CU Lantang Tipo pada 1976.
Proses promosi CU terus menyentuh hingga berbagai wilayah di Nusantara terutama keuskupan-keuskupan. Dengan demikian jelaslah bahwa sejak awal berdirinya Credit Union hanya berkutat di dalam kalangan internal Gereja Katolik. Artinya, sejak berdiri anggota-anggotanya adalah umat Katolik. Karena anggota umat Katolik saja, maka mudah mengontrol dan membinanya, namun kesulitannya pertambahan jumlah anggota sulit diharapkan, sebab umat Katolik tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa CU berawal dan bertumbuh di sekitar altar. Memang manfaat dan pertumbuhannya sangat terasa bagi umat Katolik, namun sebagai pergerakan yang mampu memberdayakan masyarakat manfaat itu hanya menyentuh umat Katolik saja, sementara tetangganya yang beragama non-Katolik sengsara dan melarat. Kondisi inilah yang membuat para pengurus CU berpikir ulang atas ajaran sosial Gereja, yakni kehadiran
Gereja bukan hanya untuk umat Katolik saja tetapi bagi seluruh warga dimana saja Gereja berada. Karena itu sejak tahun 1990-an beberapa CU yang telah bertumbuh menerima anggota dari berbagai suku bangsa dan agama. Dengan keluarnya CU dari lingkaran altar berarti semakin banyak orang khususnya masyarakat kecil yang terselamatkan dari situasi kemelaratan dan ketertinggalan terutama dalam aspek ekonomi.
Empat Jalan Keselamatan
Drs. Anselmus Robertus Mecer, Ketua Puskopdit Kalimantan, menerapkan filosofi petani sebagai anggota mayoritas CU, untuk menjalani empat jalan kesemalatan sebagai dasar representasi produk Credit Union, yaitu makan minum, memelihara benih bercocok tanam, tolong menolong dan memelihara hubungan sosial, dan menghadiri ritual adat. Implikasi dari pelaksanaan empat jalan keselamatan tersebut menjadikan para anggota CU menuntaskan jalan kehidupannya dengan sempurna. Keempat jalan keselamatan tersebut dimaknai sebagai berikut: makan minum berarti petani harus menyisihkan hasil tanamannya untuk memenuhi kebutuhan setiap hari atau jangka waktu tertentu. Filosofi ini menginspirasikan bahwa CUmembuat instrumen finansial berupa produk simpanan harian dan simpanan berjangka yang dapat dimanfaatkan anggota untuk memobilisasikan uangnya sementara selang secara harian atau jangka waktu tertentu tidak digunakan, tetapi dapat dihitung nilai balas jasa simpanannya. Kegiatan menanam berarti memberi pengertian bahwa petani juga memikirkan kehidupannya di masa mendatang. Artinya, petani harus menyisihkan hasil panenannya yang terbaik untuk dijadikan bibit guna ditanam kembali. Filosofi ini menuntut CU membuat instrumen finansial berupa produk simpanan dalam jangka waktu tak terhingga, yaitu simpanan saham (simpanan pokok, simpanan wajib) dan simpanan setara saham (simpanan unggulan atau simpanan investasi).
Tolong menolong memberi arti bahwa rasa hubungan sosial tetap dijaga dan dipelihara karena dalam kondisi kehidupan tertentu ada anggota masyarakat yang memiliki kelebihan dan berkekurangan secara materi. Anggota masyarakat yang berkelebihan dapat membantu yang berkekurangan minimum memberi pinjaman secara ekonomi. Dengan prinsip tolong menolong ini akhirnya secara ekonomi CU dituntut membuat instrumen finansial berupa produk pinjaman. Mengunjungi kegiatan sosial, ritual, adat istiadat berarti petani memikirkan kehidupannya sehari-hari untuk memelihara hubungan yang baik dengan sesama dengan menyisihkan sebagian pendapatannya untuk kegiatan-kegiatan ritual tersebut. Hal ini menuntut CU untuk membuat instrumen finansial berupa produk sosial bersifat solidaritas kepada anggota seperti solidaritas kesehatan, uang santunan duka, jalinan Kalimantan, santunan rawat inap, santunan ibu bersalin, anggaran resepsi nikah, undian berhadiah dan produk sosial sesuai dengan kebutuhan CU.
5000 untuk anak-anak, 10.000 untuk orang dewasa
Sejak dua tahun belakangan ini di Koperasi Kredit Credit Union (CU) Harapan Jaya Kisaran kebijakan menabung dengan tabungan/simpanan harian. Simpanan harian ini ditetapkan sebagai berikut: 5000 untuk anak-anak dan 10.000 untuk orang dewasa (umur 18 di atas). Simpanan harian dikutip setiap hari dari anggota. Dengan kebijakan ini oleh pengurus ditugaskan pegawai untuk mengutip simpanan tersebut setiap hari. Pada umumnya para penabung harian adalah para pedagang kecil yang berjualan di pasar seperti penjual ikan, pedagang sayur, penjaga kios-kios kecil, dan lain sebagainya. Dalam dua tahun berjalan dengan adanya pilihan simpanan ini para anggota CU Harapan Jaya Kisaran sungguh merasakan manfaat yang sangat besar. Sebab seandainya mereka hanya menjadi penabung biasa (konvensional) yang menabung sekali sebulan, menabung dengan jumlah Rp 100.000 rasanya sudah banyak. Padahal dengan menabung dengan 10.000 saja, dengan jumlah 25 hari kerja per bulan, maka tabungan si anggota tersebut sudah berjumlah 250.000, sebab pada hari minggu dan hari libur nasional pegawai tidak masuk kerja, maka pada hari-hari itu simpanan untuk tabungan tidak dikutip.
Salah satu bukti mau tunjukkan di sini. Di kota Kisaran, ibukota Kapubaten Asahan-Sumatera Utara, ada dua pasar yang digarap oleh pegawai CU Harapan Jaya yakni Pasar Panglima Polem dan Pasar Bakti. Di Pasar Panglima Polem jumlah anggota penabung harian berjumlah 157 orang, sedangkan di Pasar Bakti berjumlah 163 orang, jadi totalnya dari kedua pasar tersebut yakni 320 orang. Dengan simpanan 10.000 dari tiap anggota, maka uang simpanan yang terkumpul tiap hari dari kedua pasar tersebut berjumlah 3.200.000. Padahal selama ini pegawai CU Harapan Jaya membawa uang dari simpanan harian anggota ke kantor antara 10 juta hingga 15 juta. Artinya, dari kenyataan tersebut para anggota tidak hanya menyimpan dengan jumlah minimal yang telah ditetapkan, karena kebanyakan para anggota CU tersebut menyetor simpanannya per hari berjumlah antara 50.000 hingga 100.000 tiap orang. Hal yang sama juga berlaku bagi anggota CU yang akan mengangsur pinjamannya. Mereka sebagai para pedagang kecil tadi juga diberikan kemudahan untuk mengembalikan pinjamannya per hari agar tidak memberatkan. Artinya, pengembalian angsuran dan bunga pinjaman tidak hanya per bulan, namun per hari pun bisa dan hitung-hitungannya diterangkan oleh pegawai CU yang datang mengambil simpanan anggota. Tabungan jenis ini sangat banyak diminati oleh para anggota CU Harapan Jaya, karena sangat membantu mereka untuk menambah tabungan secara signifikan. Artinya, peran Credit Union sangat besar untuk membantu anggotanya terhindar dari kemiskinan dan keterkungkungan ekonomi.
Upaya “jemput bola” yang dilakukan oleh CU ini semakin menyadarkan para anggotanya secara khusus masyarakat kecil bahwa menabung itu adalah kewajiban demi masa depan yang lebih baik. Cara mendatangi penabung merupakan cara yang efektif untuk membentuk kebiasaan yang baik dalam diri penabung atau anggota CU. Hal ini berbeda dengan cara yang diterapkan lembaga keuangan konvensional seperti bank yang menunggu para penabung datang ke kantor bank. Lain halnya ketika menagih angsuran pinjaman, lembaga keuangan seperti bank telah lumrah melakukan untuk mendatangi secara langsung para peminjam. Karena itu, para anggota CU semakin senang dan bangga, sebab walaupun mereka sebagai rakyat kecil yang secara ekonomi termarjinalkan semakin lama semakin mampu menata masa depan dan kehidupannya dengan baik dan teratur. Hal inilah salah satu nilai positif yang sangat dirasakan masyarakat kecil, karena mereka dibina untuk mengelola uangnya demi masa depan yang lebih baik.
Roh Penggerak Ekonomi Masyarakat Kecil
Francis X. Wahono, Ph.D, seorang penggiat Credit Union di nusantara mengatakan bahwa dengan paradigma baru, bukan lagi sekedar simpan-pinjam, akhirnya sekarang CU dihayati sebagai ‘sarana pembebasan rakyat jelata dari segala bentuk pemiskinan dan pembodohan’. Dengan pendapat ini nyata bahwa CU bukan lagi hanya lembaga keuangan yang beromzet kecil-kecilan, namun telah memiliki investasi hingga triliunan rupiah. Hal itu terjadi karena CU didesain untuk mengangkat harkat kelas masyarakat miskin, baik di perkotaan dengan usaha kerajinan dan dagang kecil maupun di pedesaan dengan pertanian sedang sampai gurem. Tujuan itu jelas untuk usaha gerakan pembebasan dari pemiskinan. Dalam tataran ini tampak bahwa pemodal-pemodal besar atau konglomerat tak mendapat tempat dalam kelompok Credit Union, sebab yang diutamakan dalam CU adalah kebersamaan dan saling membantu. Hal itu sesuai dengan motto Credit Union: Dari kita, oleh kita, untuk kita. Artinya, dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota. Sifat Credit Union adalah mengutamakan rasa sosial sesama anggota. Sebab anggota-anggota yang tergabung di dalam CU terdiri dari masyarakat kecil dari segi ekonomi yang bersedia untuk saling membantu.
Dewasa ini CU disebut sebagai roh penggerak ekonomi masyarakat kecil. Pendapat ini didasarkan empat alasan, sebagaimana ditandaskan oleh Dr. Amu Lanu A, Lingu, SE, MSi, dosen Fakultas Ekonomi Universitas Palangkaraya, yang telah cukup lama juga menjadi aktivis dan penggiat CU: pertama, CU sebagai organisasi unit ekonomi finansial berbasis masyarakat, yang bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai sarana proses pembelajaran; kedua, CU sebagai kumpulan orang yang memahami makna “berdemokrasi ekonomi”, yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia dengan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial; ketiga CU dapat pula menjadi pusat/objek studi ilmiah terhadap berbagai aspek manajemen, akuntansi, ekonomi, teknologi informasi, sosial, psikologi, pemerintahan dan keagamaan; dan keempat, posisi organisasi CU sekunder maupun CU primer mampu memberikan kepuasan kepada anggotaDengan demikian CU bukan lagi hanya sebagai bagian hidup dari masyarakat kecil di perkotaan maupun pedesaan, namun mampu menjadi motor penggerak roda perekonomian mereka-mereka yang selama ini termarjinalkan, karena pola kebijakan ekonomi pemerintah yang selalu tidak memberi tempat bagi orang-orang kecil. Dari kesadaran ini muncul rasa optimisme yang besar dari masyarakat kecil untuk bertarung secara sportif dengan pemilik modal, sebab para anggota CU bergerombol dan bersekutu untuk saling mendukung manakala para pemilik modal menghimpit kebebasan masyarakat marjinal tadi.


Pada abad 19, tahun 1846-1847, pada waktu itu masyarakat Jerman ditimpa musibah kelaparan dan musim dingin yang hebat. Akibat cuaca buruk tersebut, banyak penduduk yang kelaparan. Penyakitpun menyerang mereka. Akhirnya kehidupan menjadi sangat kacau. Para petani yang menggantungkan hidup pada kemurahan alam tak berdaya.
Henry Wolff seorang pejabat lokal setempat menggambarkan kondisi para petani saat itu sebagai “Dunia Tak Berpengharapan”. Miskin tak berdaya dan pertanian berantakan. Masyarakat tidak memiliki uang untuk membeli mesin pertanian, pupuk, bibit atau membangun peternakan untuk meningkatkan pendapatan.


Pada saat itu petani adalah korban yang sangat menderita. Para petani meminjam uang dari lintah darat dengan bunga yang sangat tinggi. Disamping itu mereka meminta jaminan atas lahan pertanian mereka. Apabila mereka gagal membayar pada saat jatuh tempo maka tanah pertanian dan harta benda lain yang mereka gadai langsung disita. Bahkan sering terjadi harta benda para petani juga menjadi incaran paralintah darat . Kehidupan para petani pada waktu itu ibarat “gali lobang tutup lobang, tutup hutang lama, cari hutang baru.”

Tahun 1849 saat Friedrich Wilhelm Raiffeisen menjadi walikota ia mendirikan Perkumpulan Masyarakat Flamersfeld untuk membantu para petani miskin yang terdiri dari 60 orang kaya. “Kaum miskin harus segera ditolong” begitu katanya.Maka Raiffeisen mengundang kaum kaya agar mengumpulkan uang untuk menolong kaum miskin. Kaum kaya menanggapi secara positif seruan sang walikota
Usaha ini ternyata tidak membuahkan hasil dan tidak menyelesaikan masalah yangdihadapi oleh kaum miskin. Derma atau bantuan cuma-cuma tidak dapat memecahkan masalah kemiskinan namun menambah beban karena jumlah warga miskin menjadi terus bertambah karena mudahnya mendapat sumbangan.
Penggunaan uang oleh kaum miskin tidak terkontrol, bahkan tidak sedikit yang cepat-cepat memboroskan uangnya agar menerima derma lagi. Akibatnya para dermawan tidak berminat membantu kaum miskin lagi.

Friedrich Wilhelm Raiffeisenpada waktu itu juga mendirikan Brotveiren, suatu kelompok yang membagi-bagikan roti kepada kaum miskin. Kemudian ia mendirikan pabrik roti yang menjual roti kepada orang yang tidak mampu dengan harga murah . Ia juga mendirikan perkumpulan yang bertugas meminjamkan uang dan membeli bibit kentang kepada petani. Tetapi hal itu ternyata juga tidak menyelesaikan masalah kemiskinan secara permanen. Hari ini diberi, besok sudah habis, begitu seterusnya.
Friedrich Wilhelm Raiffeisen pindah ke Heddersdoff dan menjabat lagi menjadi walikota. Ia juga mendirikan perkumpulan Heddesdorfer Welfare Organization suatu organisasi yang bergerak dalam bidang sosial dan pendidikan. Kemudian organisasi ini dikenal luas oleh masyarakat. Walaupun pengorganisasiannyaberhasil tetapi kemudian muncul berbagai kendala. Para penanam modal dari kaum kaya mulai luntursemangatnya, karena keuntungan organisasi tersebut tidak mereka rasakan.

Reiffeisen terus memperbaiki dan menyempurnakan gagasan terutama mengenai prinsip dan metode pengorganisasian masyarakat. Akhirnya ia mengganti pendekatan dari pendekatan derma dan belas kasihan dengan PRINSIP MENOLONG DIRI SENDIRI (selfhelp). Ternyata pendekatan ini sukses.
Tahun 1864 Friedrich Wilhelm Raiffeisen mendirikan sebuah organisasi baru berama “Heddesdorfer Credit Union” dimana kebanyakan anggotanya adalah para petani. Untuk menjadi anggota, seseorang harusberwatak baik, rajin, dan jujur. Untuk mengetahuinya, para tetangga harus memberikan rekomendasi. Kegiatannya mirip arisan, mengumpulkan sejumlah uang lalu meminjamkannya kepada anggota yang memerlukan. Manajemen Heddesdorfer Credit Union dijalankan secara demokratis dengan cara: 
  1. Setiap anggota berpartisipasi dalam rapat anggota.
  2. Satu anggota satu suara.
  3. Para anggota memilih pengurus dan membuat pola kebijakan bersama.
  4. Dipilih suatu badan yang disebut dengan pengawas.
  5. Pengawas bertugas mengawasi kegiatan Credit Union dan membuat laporan pengawasan kepada rapat anggota
  6. Raiffeisen menekankan kerja sukarela kepada Pengurus dan Pengawas
  7. Yang boleh menerima imbalan hanyalah kasir purnawaktu yang menjalankan operasional
Organisasi ini berkembang baik dan berjalan sesuai dengan keinginan sang walikota. Melalui organisasi anggota yang terlibat memiliki kemampuan untuk bangkit dari kemiskinan ini secara bertahap kemiskinan mulai berkurang.
Berdasarkan pengalaman di atas, Friedrich Wilhelm Raiffeisen sang walikota akhirnya memiliki kesimpulan:
  • Sumbangan tidak menolong kaum miskin, tetapi sebaliknya merendahkan martabat manusia yang menerimanya.
  • Kesulitan si miskin hanya dapat diatasi oleh si miskin itu sendiri.
  • Kemiskinan disebabkan oleh cara berpikir yang keliru
  • Si miskin harus mengumpulkan uang secara bersama-sama dan kemudian meminjamkan kepada sesama mereka.
  • Pinjaman harus digunakan untuk tujuan produktif yang memberikan penghasilan. Jaminan peminjam adalah watak peminjam.
Singkatnya Heddesdorfer Credit Union yang dibangun Raiffeisen, petani dan kaum buruh berkembang pesat di Jerman. Sampai wafatnya Raiffeisen tahun 1988, terdapat 425 Credit Union di Jerman. KeberhasilanHeddesdorfer Credit Union terjadi karena menjalankan 3 prinsip utama; Kemandirian (Swadaya), Setiakawan (Solidaritas) dan Penyadaran (Pendidikan) yang akhirnya menjadi prinsip dasar Credit Union yang berkembang keseluruh dunia.

Dari tempat kelahirannya di Jerman, pada tahun 1866 gerakan co-operation ala Schulze-Delitzsch yang dikembangkan oleh Raiffeisen juga dibawa dan diperkenalkan oleh Luigi Luzzati (11 Maret 1841 – 29 Maret 1927) ke negara Italia. Beberapa pembaharuan dilakukan oleh Luzzati, antara lain diterapkannya prinsip limited liability, simpanan kecil (agar yang miskin dapat menjadi anggota dan menabung), sistem sukarela, pelayanan jemput bola, dapat menerima simpanan dari non-anggota dengan syarat pinjaman yang lebih ketat. Dia dikenang sebagai pendiri gerakan Credit Union dari Italia. Luigi Luzzati juga menulis “Dio nella libertà (God in Freedom), buku yang cukup dikenal, membahas tentang pentingya toleransi beragama.
Leone Wollemborg (4 Maret 1859 – 19 Agustus 1932) ekonom dan politisi Italia yang memperkenalkan Credit Union ala Raiffeisen di perdesaan Loreggia Italia. Bersama 30buruh tani serta pemilik tanah kecil, ia mendirikan bank co-operation pertama diLorreggia Italia tahun 1883. Tujuan bank ini untuk membantu pemilik tanah kecil, dan pekerja pertanian bangkit dari kemiskinan dengan memberi pinjaman jangka panjang dengan bunga rendah. Dia menerbitkan media bulanan “Rural Cooperation“ (aktivitas bersama pedesaan) dari tahun 1885 sampai 1904.
Credit Union yang diperkenalkan Wollemborg tidak menerima modal dari pihak luar kecuali dari anggota. Dividen tidak dibayarkan ke anggota. Bila ada keuntungan dialokasikan ke dana cadangan untuk menjaga kerugian akibat kredit macet. Bila sudah besar, dana cadangan tersebut dapat dipakai untuk membiayai ongkos operasional. Credit Union primer di bawah koordinasi Puskopdit BKCU-Kalimantan cenderung mempraktekkan Credit Union gaya Raiffeisen dan Leone Wollemborg .
Pada permulaan abad-20, selain dari Jerman yang juga diadopsi di Italia. Credit Union (terutama versi Raiffeisen), diperkenalkan pula di Austria, Perancis dan Inggris. Salah satu tokoh Inggris yang memperkenalkan Credit Union di sana adalah Henry W. Wolf, meskipun tak berkembang sepesat di daratan Eropa. Dari Henry W. Wolf yang pertama merintis Credit Union di seberang Samudera Atlantik, di Canada,
Seorang wartawan Kanada keturunan Perancis, Gabriel-Alphonse Desjardins (5 November 1854 - 31 Oktober 1920) belajar Credit Union melalui korespondensi dan konsultasi dengan Henry W. Wolff, Charles Rayneri (direktur banque populaire di Merton, Perancis) dan Luigi Luzzatti. Setelah dia yakin dan memahami gerakan Credit Union, pada tanggal 6 Desember 1900 Ia mendirikan Credit Union di kota kecil Levis di Quebec, Canada dengan sebutan “La Caisse Populaire” Istilah “Caisse” adalah istilah khas yang dipilih oleh Desjardins, yang artinya “Perkumpulan Kredit” Dia adalah orang pertama dalam gerakan Credit Union yang memperbaiki dan mengganti sebutan “bank” yang gunakan untuk Credit Union di Eropa menjadi “Caisse”. Desjardins meyakini, sesungguhnya Credit Union bukan bank, melainkan perkumpulan orang-orang yang bersama mengelola secara mandiri tentang kreditDesjardins merupakan perintis Credit Union di Canadapembaharu dan pembuat pondasi dasar Credit Union sebagai gerakan sosial kerakyatan untuk duniaDia membakukan Credit Union sebagai gerakan lengkap dengan budaya demokrasi tersistem dan memiliki dasar kerja berupa Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).
.
Edward Albert Filene (3 September 1860 - 26 September 1937) Seorang pengusaha Amerika yang juga sosial etrepreneur yang dermawan membawa Credit Union ke Amerika Serikat. Ia bekerjasama dengan Alphonse Desjardins dan Piere mendirikan Credit Union di Amerika Serikat.
Atas bantuan Pierre Jay (4 Mei 1870 - November 24, 1949), Pada bulan April 1909, Massachusetts menjadi negara bagian pertama yang memberlakukan undang-undang Credit Union.Piere Jay (Komisaris Massachusetts State Bank) juga menjadi ketua pertama Federal Reserve Bank New York pada tahun 1913
Edward Filene kemudian mendirikan lagi Credit Union National Extention. Ia menyewa Seorang Pengacara Roy F. Bergengren untuk membantunya menerapkan undang-undang Credit Union agar berlaku di semua negara bagian dan ditingkat federal. Tahun 1934, Roy F. Bergengren membentuk gabungan Credit Union di Amerika Serikat dengan nama Credit Union National Association (CUNA). Pada masa pemerintahan Presiden Franklin D. Roosevelt, kongres mengesahkan undang-undang Credit Union Federal yang mengizinkan pendirian Credit Union di seluruh wilayah Amerika Serikat. Credit Union National Association (CUNA) ini kemudian membentuk Biro Pengembangan Credit Union sedunia, yang diresmikan menjadi World Council of Credit Unions (WOCCU) pada 1971. Kantor pusatnya di Madison, Wiscounsin Amerika Serikat. Credit Union kemudian berkembang ke seluruh dunia, berikut ini adalah data perkembangannya.
Sumber:  Internet - CU

SEJARAH CREDIT UNION (C.U.) DI INDONESIA


Indonesia mulai mengenal Credit Union pada tahun 1955. Hal ini terbukti karena pada masa itu sudah berdiri beberapa koperasi simpan pinjam di Indonesia. Baru pada tahun 1967, WOCCU yang diwakili oleh Mr. A. A. Bailey resmi diundang datang ke Indonesia untuk memperkenalkan gagasan dan gerakan koperasi kredit (Credit Union). Tercatat sejak tanggal 8 Desember 1969, Pater Karl Albrecht, SJ, kelahiran Jerman memelopori berdirinya Credit Union di Indonesia dengan mendirikan Credit Union Counselling Office (CUCO). Tugas dan fungsi CUCO itu sendiri antara lain memberikan konsultasi, menyediakan bahan dan program pelatihan serta menyelenggarakan kursus-kursus.

Setelah menjadi warna Negara Indonesia, Pater Karl Albrecht, SJ memiliki nama Indonesia sebagai Pastor Karim Arbie. Beliau tewas tertembak di Timor Timur (sekarang Timor Leste) pada tanggal 11 September 1999, ketika terjadi pegolakkan politik setelah pengumuman jajak pendapat yang hasilnya rakyat Timor Leste menyatakan memisahkan diri dari Indonesia dan memilih merdeka.

Selain Pater Karl Albrecht, SJ, yang juga turut memperkenalkan Credit Union di Indonesia adalah Ir. Ibnoe Soedjono yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Koperasi, Margono Djojohadikusumo salah satu pendiri Bank BNI 1946, Mokhtar Lubis seorang wartawan dan sastrawan, Prof. Dr. Fuad Hasan Guru Besar Psikologi yang kemudian pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Prof. Dr. A. M. Kadarman, SJ seorang pendiri Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen. Kehadiran Credit Union di Indonesia juga tidak terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Katolik yang bertujuan untuk membantu meningkatkan ekonomi masyarakat.

Robby Tulus menjadi orang pertama yang diangkat menjadi Managing Director CUCO pada tahun 1971. Walaupun perangkat organisasi sudah ada, namun Credit Union secara resmi baru berjalan pada tahun 1976 setelah terbentuk Biro Konsultasi Koperasi Kredit (BK3). Seiring waktu, nama CUCO di Indonesia diubah menjadi Badan Koordinasi Koperasi Kredit Indonesia (BK3I) pada Konferensi Nasional Koperasi Kredit Indonesia pada tahun 1981. Kini BK3I sudah dikenal dengan nama Induk Koperasi Kredit (INKOPDIT).


Komentar

Postingan populer dari blog ini